kaltimkece.id Kekurangan gizi atau gizi buruk menjadi faktor terbesar terjadinya kasus stunting. Pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu atau tidak sesuai dengan umurnya.
Untuk itu, harus ada pemenuhan gizi pada kasus berisiko sebagai langkah pencegahan stunting. Selain pemerintah, peran besar dari langkah pencegahan ini ialah keterlibatan perusahaan. Melalui program corporate social responsibility (CSR), diharapkan perusahaan dapat membantu dan berperan aktif menekan kasus stunting di wilayah Bontang. Sedangkan dari pemerintah, bisa melalui dana stimulan RT atau desa.
“Jadi tim pakar hanya mengkaji kasus. Adapun bantuannya, nanti kami komunikasikan dengan lintas OPD untuk kita minta bantuan ke pemerintah atau CSR perusahaan,” kata Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Bontang, Hernawati, saat dikonfirmasi belum lama ini.
Di 2022 ini, sambung dia, perdana dilakukan audit terhadap kasus berisiko stunting di lima lokus. Semester pertama di satu lokus, lalu semester dua di empat lokus. Lima lokus berikutnya ditargetkan di 2023 mendatang. “Pelaksanaannya tergantung anggaran nanti. Apakah bisa dilaksanakan satu kali dalam satu semester, atau harus dibagi dua kali di setiap semester,” paparnya.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI, keturunan (genetika) merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya terhadap kasus stunting. Selain kekurangan gizi, faktor terbesarnya yaitu perilaku, lingkungan (sosial, budaya, ekonomi, politik), hingga pelayanan kesehatan. Pencegahannya bisa dilakukan melalui perbaikan pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. (adv)